Indonesia
merupakan negara yang memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah. Hutan,
sungai, maupun lautnya memiliki potensi melimpah. Sayangnya, potensi ini sangat
minim tergali.
Hal
yang juga menjadi persoalan dari penggalian potensi ini adalah masih minimnya
peneliti lokal yang melakukan riset atas berbagai potensi alam Indonesia.
Potensi-potensi ini justru tergali dan ditemukan oleh para peneliti asing.
Akibatnya, ketika temuan ini dipatenkan pihak asing maka bangsa ini kembali
harus kehilangan ‘kekayaannya’.
Hubungan
Geografi dan Ekonomika
Tumbuhnya
kesadaran mengenai terbatasnya daya penjelas teori-teori lokasi yang
tradisional dalam menganalisis geografi ekonomi telah mendorong munculnya
paradigma baru yang disebut geografi ekonomi baru ( new economc geography atau
geographycal economics ) ( Fujita dan Thisse, 1996 ).
Paul
Krugman, mahaguru dari Massachusetts Institute of Technology, telah membuka
misteri ( black box ) eksternalitas ekonomi dan secara eksplisit memasukan
dimensi spasial dan semangat ‘proses kumulatif’ dalam deskripsi pembangunan
perkotaan dan regional ( krugman, 1996 ). Krugman menjelaskan mengapa terjadi
konsentrasi spasial di kota-kota besar negara sedang berkembang.
Hal
yang terjadi adalah terjadi perbedaan atas pembangunan daerah tidak terbatas
pada struktur industri dan eksternalitas. Namun, perbedaan diperluas pula pada
pernyataan transaksi yang tidak melaluli pasar dan cara bagaimana meningkatkan
kekuatan produsen besar dikaitkan dengan lokalisasi industri secara kontemporer
( Martin dan Sunley, 1996 )
Singkatnya
, paradigma baru yang muncul dalam analisis spasial adalah mengkombinasikan
pendekatan ilmu ekonomi dan geografi atau disebut geografi ekonomi. Ilmu
ekonomi arus utama ( mainstream economics ) memang cenderung mengabaikan
dimensi “ruang” atau “spasial”.
Dengan
kata lain, ekonomi arus utama cenderung aspasial ( spaceless ). Ini terlihat
dari inti analisis ekonomi konvensional yang cenderung menjawab pertanyaan
ekonomi seputar what to produce, how to produce, dan for whom to produce. Namun
geografi sendiri itu cenderung membahas where to produce dan why to produce.
Aspek-aspek
spasial tetap merupakan blind spot bagi mayoritas ekonomi karena ketidak
mampuan para ekonom untuk menciptakan model yang menjelaskan berbagai macam
aspek lokasi industri ( Krugman, 1995: 31-7 ). Sementara itu, geografi
merupakan studi mengenai pola spasial diatas permukaan bumi, yang menjawab pertanyaan
where ( dimana aktifitas manusia berada ) dan why ( mengapa lokasi perusahaan
atau industri berada disitu ).
Dalam
perspektif geografi ekonomi, aspek pola spasial aktivitas ekonomi menjadi pusat
perhatian utama dengan digunakannya Sistem informasi Geografi dan Menjawab
pertnyaan sentral dalam ekonomi regional, yaitu “dimana” ( where ) lokasi
industri berada dan “mengapa” ( why ) terjadi konsentrasi geografi industri
manufaktur.
Peranan
wilayah subnasional, yaitu apakah kabupaten atau kota yang mempengaruhi lokasi
aktivitas ekonomi, tampaknya semakin penting dalam studi geografi ekonomi.
Ohmae menjelaskan bahwa dalam dunia tanpa batas, region state akan menggantikan
negara bangsa (national state) sebagai pintu gerbang untuk memasuki
perekonomian global (Ohmae, 1995).
Potensi
Geografis dan Karakteristik Spasial Indonesia
Sumberdaya
wilayah di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aspek geografis secara keruangan,
kelingkungan maupun kewilayahan. Sebagai negara kepulauan yang luas dengan
jumlah pulau yang banyak memiliki sumberdaya laut (marine resources) dan
daratan (land resources) yang perlu dikelola secara terintegrasi. Aspek
klimatologi, geologis/ geomorfologis, hidrologis, biotis dan manusia serta
sosio kulturnya yang beragam sangat penting dikaji dalam mengelola sumbedaya
wilayah untuk kesejahteraan bangsa.
Selain
tinjauan aspek lingkungan dan kebencanaan alam yang terjadi disetiap wilayah
provinsi, kabupaten/kota perlu dijadikan kriteria dalam perencanaan pembangunan
(pengembangan industri) wilayah dan implementasinya. Sebagai negara tropis,
visi pembangunan di Indonesia perlu memantapkan diri sebagai Negara pertanian
yang kuat melalui konsep agro produksi, agroindustri, agrobisnis, agroteknologi
dan agrososio kultur serta tourisme.
Pendekatan
ini dapat mengurangi resiko kerusakan lingkungan dan bencana alam bila dikelola
dengan baik sesuai dengan daya dukung lingkungan, oleh karena itu pembangunan
nasional kedepan diutamakan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan
penguasaan IPTEKS untuk kehidupan. Pengelolaan sumberdaya wilayah/ ruang
berkelanjutan dapat dicapai dengan mempertimbangkan keberlanjutan ekologi
ekonomi, manajemen sumberdaya dan lingkungan, keberlanjutan teknologi dan sosio
kultur.
1.
Potensi Geografis Indonesia
Negara
Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 13667 pulau
dengan 5 pulau besar, berbatasan dengan laut Andawan, China Selatan, Malaysia,
Phillipina dan Samudera Pasifik, Hindia dan Australia. Bentang alam di daratan
barat mempunyai perairan dangkal (Dangkalan Sunda), daratan timur mempunyai
perairan dangkalan (Dangkalan Sahul) dan cekungan tengah memiliki perairan laut
dalam dengan beberapa palung laut.
Daratan
Indonesia sebagian besar kelanjutan dari jalur pegunungan Sirkum Pasifik dan
jalur Sirkum Mediteran. Dataran rendah dan luas ada di Sumatera, Kalimantan,
Irian Jaya dan Jawa. Terdapat gunung api aktif sekitar 200 dan yang 70 berada
di Pulau Jawa. Selain hasil erupsi gunung api yang memberikan lahan subur pada
lerengnya, juga ada resiko bencana gunung api. Sungai-sungai dan muara juga
terdapat di pulau-pulau besar yang potensial dikelola untuk kehidupan demikian
danau-danau besar di Sumatera, Sulawesi, Jawa, Kalimantan. Diperkirakan sekitar
7.623 pulau di Indonesia belum punya nama (ensiklopedia Indonesia seri
Geografis, 1997).
Potensi
flora di Indonesia beragam sesuai dengan kondisi ekosistemnya. Tumbuhan
terdapat pada zona elevasi < 700 m, 1.500 – 2.500 m dan diatas elevasi 2.500
m dpal. Sebaran flora mulai dari kawasan pantai, dataran rendah dan berawa,
lereng kaki gunung hingga pegunungan. Demikian corak fauna yang beragam dan
khas (corak Australia).
Penduduk
yang beragam suku dan bahasanya serta agama terdapat di wilayah Indonesia yang
diperkirakan 300 kelompok etnik (suku bangsa). Ratusan bahasa lisan (daerah) di
jumpai di Indonesia, sedangkan bahasa resmi adalah bahasa Indonesia. Beragam
seni dan budaya yang dimiliki oleh berbagai kelompok etnik tersebut.
Berdasarkan
kondisi geografis tersebut dan kehidupan sejak jaman kerajaan, maka urutan
potensi pemanfaatan sumberdaya wilayah meliputi:
1.
Pertanian
2. Perkebunan
3. Kehutanan
4. Perikanan
5. Peternakan
6. Pariwisata
7. Pertambangan
8. Industri dan jas
9. Perdagangan
2. Perkebunan
3. Kehutanan
4. Perikanan
5. Peternakan
6. Pariwisata
7. Pertambangan
8. Industri dan jas
9. Perdagangan
2.
Karakteristik Spasial Potensi Geografis
Pembangunan
wilayah pengembangan industri ditinjau dari aspek spasial dan sektoral di
Indonesia perlu memperhatikan zona potensi geografis yang merupakan pendekatan
spasial-ekologikal untuk menuju kesejahteraan rakyat. Pemecahan masalah
pembangunan dan upaya memajukan rakyat dapat dikelompokkan atas 5 (lima)
tipologi wilayah pembangunan geografis yaitu:
1.
Wilayah dengan sumberdaya alam melimpah (kaya) dan sumberdaya manusia yang
banyak seperti Pulau Jawa dan Bali.
2. Wilayah dengan sumberdaya alam melimpah (kaya) dan sumberdaya manusia sedikit seperti Pulau Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya, Sulawesi.
3. Wilayah dengan sumberdaya alam sedikit dan sumberdaya manusia terlalu banyak seperti Jakarta dan kota – kota besar lainnya.
4. Wilayah dengan sumberdaya alam sedikit dan sumberdaya manusia sedikit seperti Nusa Tenggara dan Maluku.
5. Wilayah dengan sumberdaya alam yang belum diketahui potensinya dan belum ada manusianya seperti pulau-pulau kecil yang belum dihuni.
2. Wilayah dengan sumberdaya alam melimpah (kaya) dan sumberdaya manusia sedikit seperti Pulau Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya, Sulawesi.
3. Wilayah dengan sumberdaya alam sedikit dan sumberdaya manusia terlalu banyak seperti Jakarta dan kota – kota besar lainnya.
4. Wilayah dengan sumberdaya alam sedikit dan sumberdaya manusia sedikit seperti Nusa Tenggara dan Maluku.
5. Wilayah dengan sumberdaya alam yang belum diketahui potensinya dan belum ada manusianya seperti pulau-pulau kecil yang belum dihuni.
Dengan
zonasi potensi geografis, maka pembangunan (pengembangan industri) sektoral
dapat diarahkan terutama untuk pembangunan di kawasan tertinggal seperti pada
zona Maluku dan Nusa Tenggara. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dapat
diarahkan agar resiko kerusakan lingkungan dan bencana alam di tiap zona
tersebut dapat dikendalikan.
Konsentrasi
Spasial di Indonesia
Salah
satu ciri yang menonjol dari perkembangan industri di Indonesia adalah semakin
terbuka dan semakin berorientasi ekspornya dalam sektor manufaktur.
Pembangunan
industri dan aktivitas bisnis Indonesia selama lebih dari tiga dasawarsa
terakhir cenderung bias ke pulau Jawa dan sumatra. Karena industri manufaktur
Indonesia cenderung terkonsentrasi secara spasial di jawa sejak tahun 1970-an
(aziz, 1994; Hill, 1990). Pulau jawa menyumbang sekitar 78-82% tenaga kerja
yang bekerja disektor industri Indonesia dari tahun 1976-2001. Pulau Sumatra
menyerap 12% kesempatan kerja disektor indistri. Kalimantan dan pulau-pulau
lainnya di kawasan timur Indonesia memainkan peran yan relatif minoritas dalam
sektor industri manufaktur.
Dari
pernyataan di atas membuktikan bahwa pengelompokan industri dan orientasi
ekspor secara spasial telah terjadi dalam tingkat yang fantastis di pulau Jawa
dan Sumatra di bandingkan pulau lain di Indonesia.
Ketekaitan
antara kawasan industri, pelabuhan, dan penduduk dengan kecenderungan lokasi
industri manufaktur berorientasi ekspor. Wahyudin (2004: bab 4) menemukan bahwa
koefisien korelasi antara industri manufaktur berorientasi ekspor dan luas
kawasan industri menunjukan angka terbesar, kemudian diikuti oleh pelabuhan dan
penduduk. Dengan kata lain, industri yang berada di kawasan industri kebanyakan
merupakan industri berorientasi ekspor.
Dalam
pengembangannya, industri hanya berkembang di kawasan yang padat penduduk
seperti Jawa dan Sumatra. Yang jadi pertanyaan besar apakah pulau-pulau lain di
indonesia selain tidak akan berkontribusi banyak dalam hal pengembangan
industri?
Kita
tahu indonesia terkenal dengan sebutan negara maritim dimana secara geografis
daerah yang berbasis maritim memiliki luas lautan lebih dominan dari pada pulau
daratannya. Contohnya Provinsi Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi
Selatan, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Riau dan Bangka
Belitung.
Pada
hakikatnya aktivitas ekonomi adalah arus kausalitas dari tiga hal yakni
Produksi, Distribusi dan Konsumsi. Dari sinilah seharusnya pembangunan ekonomi
nasional dalam hal pengembangan industri dapat di mulai, di tata, di regulasi
dan distimulasi hingga akhirnya membawa pada kemajuan negeri. Meningkatkan daya
saing pada ranah ekonomi hakikatnya adalah menguatkan tiga arus ekonomi
tersebut. Yang terpenting di perhatikan adalah dengan posisi, kemampuan,
peluang dan tatangan dunia dewasa ini apakah yang dapat di upayakan demi menjapai
kemandirian dan keunggulan daya saing Indonesia.
Dengan
memperhatikan letak geografi pengembangan industri tersebut, maka sebenarnya
tidak ada masalah untuk mendirikan suatu industri di kawasan atau di pulau mana
pun, yang apaling penting dari pengembangan industri ini adalah tersedianya
bahan baku atau sumber daya yang akan di olah oleh masing-masing produksi.
Coba
bayangkan jika para pengembang industri dalam pengembangannya memperhatikan
aspek geografi dengan memperhatikan lingkungan sekitar dan sumber daya yang
dapat diolah maka akan terjadi pemerataan industrialisasi di seluruh Indonesia.
Tidak hanya Jawa dan Sumatra yang mengumbang besar dalam sektor industri namun
pulau-pulau lain pun harus memeratakan kontribusinya dalam menyumbang industrialisasi,
salah satu cara untuk pemerataan industrialisasi adalah dengan mendorong
pengembangan industri didaerah yang masih belum optimal untuk dijadikan daerah
pengembang industri dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar